Archive | May 2011

Sebuah perjalanan singkat ke negeri di timur Jauh Jepang

Japan open its gate to the WestSekilas kembali ke masa lalu, ketika itu komodor Amerika Matthew Perry berlabuh di Edo (sekarang Tokyo) pada 31 Maret 1854 untuk menjalankan misi dari President US saat itu, Millard Fillmore. Tujuan utama dari misi tersebut ialah kurang lebih untuk membuka jalur perdagangan ke Jepang (yang saat itu sangat tertutup) dengan dunia barat.

Setelah menerima beberapa kali penolakan, akhirnya sang komodor menggunakan jalan intimidasi dengan membawa sejumlah kapang perang di bawah komando mothership USS Powhatan ke pelabuhan di Edo. Bangsa Jepang, karena saking tertutupnya saat itu baru menyadari adanya teknologi kapal perang besar tenaga uap yang dipersenjatai alat berat. Mereka menyebutnya dengan Kemuri o fukashi kyodaina ryū (煙を吹かし巨大な竜) atau Naga Raksasa beruap. Pada akhirnya bangsa Jepang dengan terpaksa memutuskan untuk membuka pintu mereka untuk bangsa Barat.

Lebih dari 150 tahun kemudian, saat ini bangsa Jepang adalah salah satu dari pemilik kapital dan produsen teknologi tinggi dunia. Mungkin mereka menyadari, bahwa penguasaan teknologi akan menjamin kemandirian dan keteguhan bangsa. Dengan menjadi bangsa yang “tidak tahu apa-apa”, akan banyak bangsa asing yang memaksakan ide dan kehendak mereka seenaknya.

Tepat 157 tahun, 1 bulan, dan 20 hari kemudian, saya bersama tiga orang teman lainnya memutuskan untuk menjalankan misi perjalanan untuk memperkaya pengalaman dan cara berpikir diri, sebuah wisata Backpacking ke kota Tokyo (Edo in 2011). Perjalanan dimulai dari 21-26 Mei 2011.

Banyak teman yang bilang kalau rencana kita saat ini adalah ide gila, mengingat beberapa minggu sebelumnya Jepang dilanda bencana Gempa dan Tsunami yang bahkan sampai menyebabkan kebocoran reaktor Nuklir di kota Fukushima. Sebagai informasi, jarak antara Tokyo – Fukushima dapat ditempuh hanya dengan 2 jam perjalanan kereta. Tapi, mengingat pemerintah Jepang mengatakan bahwa level radiasi di Tokyo masuk dalam ambang aman (di bawah 0.3 milliSievert http://en.wikipedia.org/wiki/Sievert), maka kami tetap melanjutkan rencana wisata ini :D.

Sakura Hostel AsakhusaUntuk akomodasi dua hari pertama, kami menginap di Sakura Hostel (http://www.sakura-hostel.co.jp/) wilayah Asakhusa temple. Ini adalah salah satu Hostel paling terkenal di kalangan backpackers Jepang. Kebetulan untuk mendorong pariwisat paska gempa, pemerintah Jepang memberikan subsidi untuk beberapa fasilitas tourisme, salah satunya hostel ini, sehingga kami hanya membayar 2000 yen per malam/orang (harga normal 3000 yen). Tempatnya lumayan nyaman, meskipun struktur bangunannya dibuat seadanya dengan wall block instant tanpa dilapisi cat. Setiap kamar berisi 4-6 ranjang tidur mode dua tingkat. Jika di total, setiap kamar ini bisa menghasilkan pemasukan 800K sampai 1200K yen bagi hostel (setara dengan 800rebu dan 1.2 juta rupiah). Jumlah yang cukup untuk membayar hotel bintang 5 di Jakarta ataupun Bali. Oh iya, kota Tokyo ini merupakan peringkat satu dalam daftar kota termahal untuk tourism http://goo.gl/i6NVL (sementara peringkat 2 setelah Angola dalam daftar kota termahal bagi expatriate). Sebagai gambaran, saya pernah membaca sebuah kolom artikel dari Singapore Airlines mengenai perbandingan tarif taksi dari bandara ke pusat kota untuk beberapa kota besar.

  • Di Jakarta, tarif taksi dari Bandara Sukarno-Hatta ke Sudirman kurang lebih sekitar Rp 150.000
  • Di Singapore, tarif taksi dari Changi ke Orchard kurang lebih sekitar SGD 25 (Rp 175.000)

Sementara di Tokyo, tarif dari Narita ke pusat kota (sekitaran wilayah Tokyo), kurang lebih 25.000 yen (Rp 2.500.000). Perampokaan!!

Untungnya transportasi masal di hampir semua wilayah Jepang, khususnya Tokyo, sangat bagus dan dapat dihandalkan (ketepatan waktu hingga skala detik). Juga sangat kompleks!! Terdapat sekitar 40 jalur kereta api yang melintasi Tokyo. semua jalur tersebut dikelola oleh 14 perusahaan operator kereta api.

shinkansen

Heyy, kami juga sempat menaiki bullet train Shinkansen(新幹線)!!! (kereta tercepat di dunia, max. speed s/d 320 km/jam http://en.wikipedia.org/wiki/Shinkansen)

Selama empat hari di kota Tokyo (1 hari di perjalanan pesawat bolak-balik Singapore-Tokyo-Singapore), kami sempat mengunjungi hanya beberapa dari attractions yang ada, diantaranya ialah: big lantern Kaminarimon (雷門) di Asakusa temple, Japanese Imperial Garden, Odawara Castle (小田原城), Hakone Hot Spring site dengan pemandangan Gunung Fuji, serta multi-vehicle tour (train, bus, Railway, Gondora Lift, dan Kapal laut) di Hakone.

Gondora Lift Hakone           Hakone Japan               Lake tour Hakone

Kemudian kami memutuskan untuk menikmati Japanese traditional Ryokan (hotel yang didesai rumah ala tradisional Jepang) di daerah Chidori-Cho, namanya Ryokan Kangetsu (http://goo.gl/HvPlw). Disini kami sangat menikmati kehidupan singkat ala Jepang: mandi di Onsen, tidur di tatami, makan malam di ruang tamu tradisional. Pokoknya bener-bener kayak di pelem Doraemon dah!! 😀

dinner ala Samurai

Selain jalan-jalan ala tradisional, kami juga sempat menikmati Jepang abad 21, wisata di kota modern nan sibuk. Diantaranya daerah Shibuya yang terkenal dengan si Anjing setia Hachiko, Harajuku tempat para maniak style, Akihabara tempat para otaku dan manga fans berkumpul, Tokyo Government Building tempat melihat Gunung Fuji dari gedung setinggal 45 lantai, dan Shinjuku tempat berkumpulnya para turis dari mancanegara.

Dua kata yang bisa menggambarkan wisata pertama ke Jepang kali ini, Sibuk dan Mahal. Yahh sibuk!! kami menikmati kota Tokyo ketika weekday, sehingga suasana di stasiun kereta dipenuhi dengan para pekerja berjas hitam yang terburu-buru berlari mengejar kereta. dan Mahal, untuk makan kebab di kedai pinggir jalan pun harus mengeluarkan uang 800 yen (80 rebu). Bahkan kami menyebut ini wisata mahal ketika dalam mode backpack, apalagi kalau wisata santai dan normal! 😀

Saya rasa ada filosofi dan tujuan yang kuat dari penerapan harga mahal ini. Bahkan mereka, bangsa Jepang, sangat terkenal dengan Politik Ekonomi dumping-nya, dimana harga jual export jauh lebih murah daripada harga jual di dalam negeri. Prinsip utama dumping ini adalah agar komoditas bisa bersaing pada pasaran internasional, dan bahkan menjadi pilihan utama jika harganya kelewat murah. Disini, Indonesia merupakan salah satu korban utama dari politik mereka ini. Motor, mobil, dan alat elektronik dari sana sampai sekarang membanjiri pasar lokal hingga menjadi sampah bagi tertibnya peradaban lokal (membuat polusi, macet, dan menjadi predator bagi berkembangnya usaha berbasis teknologi lokal).  Namun di luar itu, saya yakin bahwa pemerintah Jepang membuat harga dalam negeri lebih mahal agar rakyatnya tidak menjadi konsumtif dan boros. Juga misalnya harga taksi sangat mahal mungkin agar penduduknya tidak bermalas-malasan selalu naik taksi diantar sampai depan rumah, dan terutama untuk menjaga prinsip kedisiplinan ketika senantiasa mengejar jadwal kereta untuk tiba tepat waktu.

Akhirnya di hari kamis, 26 Mei 2011, kami harus mengakhiri perjalanan ke Jepang dan kembali bekerja.

Meskipun mahal, rasanya ini bukan perjalanan terakhir kita ke Tokyo. tapi mungkin saya hanya akan kembali ke Tokyo jika sudah menikmati beberapa kota lain sebagai destinasi backpacking selanjutnya. Paris, Berlin, Rio, Moskva, atau bahkan Teheran mungkin? 🙂

Gundam Human size    at Odawara castle

最後に!